MAKALAH
TBT HORTIKULTURA
“PERTANIAN
ORGANIK”
“PERKEMBANGBIAKAN
VEGETATIF PADA TANAMAN HORTIKULTURA”
“FLUKTUASI
HARGA HORTIKULTURA”
A. PERTANIAN ORGANIK DI BIDANG
HORTIKULTURA
Komoditas hortikultura selain menjadi
salah satu komoditas andalan ekspor non migas, tanaman dan produk yang
dihasilkannya banyak memberikan keuntungan bagi manusia dan lingkungan hidup.
Buah-buahan dan sayuran yang dikonsumsi bermanfaat bagi kesehatan tubuh
manusia; pohon buah-buahan, sayuran dan tanaman hias dapat berfungsi sebagai
penyejuk, penyerap air hujan, peneduh dan penyerap CO2 atau pencemar
udara lainnya; limbah tanamannya serta limbah buah atau sayuran dapat
dipergunakan sebagai pupuk organik atau kompos yang dapat menyuburkan tanah,
sedang keindahannya dapat dinikmati dan berpengaruh baik bagi kesehatan jiwa.
Tetapi keuntungan-keuntungan tersebut menjadi berkurang manakala teknik
budidaya yang dilaksanakan malah menimbulkan pencemaran, baik terhadap
lingkungan hidup maupun terhadap kesehatan manusia.
Pembangunan pertanian hortikultura yang meliputi tanaman
sayuran, buah-buahan dan tanaman hias ditumbuh kembangkan menjadi agribisnis
dalam rangka memanfaatkan peluang dan keunggulan komparatif berupa : iklim yang
bervariasi, tanah yang subur, tenaga kerja yang banyak serta lahan yang
tersedia. Produksi hortikultura diarahkan agar mampu mencukupi kebutuhan pasar
dalam negeri termasuk agroindustri serta memenuhi kebutuhan pasar luar negeri.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu penerapan sistem budidaya hortikultura
yang lebih baik serta penggunaan teknologi yang tepat dan berwawasan
lingkungan, yang sering dikenal dengan sistem GAP (Good Agricultural Practice). Sebagaimana kita ketahui sektor
hortikultura baru mendapat perhatian setelah usaha swasembada beras tercapai,
sehingga hasil-hasil penelitian yang dapat diterapkan untuk pengembangan
hortikultura di Indonesia masih terbatas.
Teknologi yang saat ini diterapkan merupakan teknologi yang berorientasi
pada pencapaian target produksi dengan menggunakan masukan produksi yang
semakin meningkat, seperti bibit unggul, pupuk buatan, pestisida dan zat
pengatur tumbuh. Dewasa ini lingkungan yang dikaitkan dengan produk pertanian sedemikian
kuatnya diluncurkan terutama di negara-negara maju, sehingga penduduknya
menuntut agar produk pertanian bebas dari cemaran bahan kimia, dan mereka
mulai lebih suka mengkonsumsi produk yang dihasilkan melalui proses alami yang
dikenal dengan pertanian organik (“organic farming”).
Pertanian organik merupakan salah satu alternatif budidaya pertanian yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang bebas dari segala bentuk bahan
inorganik seperti pupuk buatan, pestisida dan zat pengatur tumbuh.
Pertanian organik memadukan berbagai cara seperti pergiliran tanaman,
tumpangsari, penggunaan sisa bahan organik sebagai pupuk, serta pengendalian
hama secara terpadu dengan mengoptimalkan cara biologis (Kasumbogo Untung,
1994). Kecenderungan seperti ini membuka suatu peluang baru dalam bisnis di
bidang pertanian terutama tanaman hortikultura yang produknya sering dikonsumsi
secara langsung atau dalam keadaan segar.
Sistem Pertanian
Organik adalah sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan
dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan
dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan 2002).
Petani di masa lampau
sudah menerapkan sistem pertanian organik dengan cara melakukan daur ulang
limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan diterapkannya
kebijakan sistem pertanian kimiawa yang berkembang pesat sejak dicanangkannya
kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang yang berkembang pesat sejak
dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih
mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi, walaupun untuk sementara
waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka
panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang
akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di
Indonesia.
Selama ini limbah
organik yang berupa sisa tanaman (jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya)
tidak dikembalikan lagi ke lahan tetapi dianjurkan untuk dibakar (agar praktis)
sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa
hasil panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau dikembalikan
lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi
sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud.
Teknik Budidaya
merupakan bagian dari kegiatan agribisnis harus berorientasi pada permintaan
pasar. Paradigma agribisnis : bukan Bagaimana memasarkan produk yang
dihasilkan, tapi Bagaimana menghasilkan produk yang dapat dipasarkan. Terkait
dengan itu, teknik budidaya harus mempunyai daya saing dan teknologi yang
unggul. Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asal-asalan, tetapi harus
secara profesional. Ini berarti pengelola usaha ini harus mengenal betul apa
yang dikerjakannya, mampu membaca situasi dan kondisi serta inovatif dan
kreatif. Berkaitan dengan pasar (market), tentunya usaha agribisnis harus
dilakukan dengan perencanaan yang baik dan berlanjut, agar produk yang telah
dikenal pasar dapat menguasai dan mengatur pedagang perantara bahkan konsumen
dan bukan sebaliknya.
Teknik budidaya organik
merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani dan
konsumen. Berbagai sayuran khususnya untuk dataran tinggi, yang sudah biasa
dibudidayakan dengan sistem pertanian organik, diantaranya : Kubis (Brassica oleraceae var. capitata L.),
Brokoli (Brassica oleraceae var. italica
Plenk.), Bunga kol (Brassica
oleraceae var. brotritys.), Andewi (Chicorium
endive), Lettuce (Lactuca sativa),
Kentang (Solanum tuberosum L.),
Wortel. (Daucus carota).
Pertanian organik dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau
mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh,
maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian
organik merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi.
Di sisi lain, petani
telah terbiasa mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit
tumbuhan. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di
lahannya adalah karena aplikasinya mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, dan
banyak tersedia di pasar. Cara-cara lain dalam pengendalian OPT selain
pestisida sintetik, pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu
cara pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara
fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis.
Pestisida dapat berasal
dari bahan alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping itu, pestisida dapat
merupakan bahan organik maupun anorganik.Secara umum disebutkan bahwa pertanian
organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau menolak penggunaan
pupuk sintetis pestisida sintetis, dan senyawa tumbuh sintetis.
Pertanian ramah
lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian
organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan
pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara,
tanah, dan air. Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan
produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar
pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan
sebagai pertanian organik. Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan
masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam
kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat
sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian
organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya,
oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif,
yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam
masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan pertanian
yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara
optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.
Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam
pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang
menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan
dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan
menguntungkan secara ekonomis.
Beberapa perinsip dasar yang perlu
diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan
agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan
kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu
sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil,
distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah
pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan
secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan
perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura
ini.
B. FLUKTUASI
HARGA PADA PRODUK HORTIKULTURA
Salah satu faktor yang
paling menghambat dalam pengembangan usaha hortikultura sayuran dan buah adalah
fluktuasi harga yang sangat tinggi. Dalam era perdagangan bebas saat ini tentu
kita tidak bisa mengontrol harga, karena harga ditentukan oleh jumlah
permintaan dan penawaran. Yang memprihatinkan, adalah kita tidak bisa mengukur
secara kuantitatif seberapa besar permintaan dan penawaran kebutuhan sayuran
setiap saat. Di sisi permintaan misalnya, kita tidak memiliki data yang
akurat misalnya kebutuhan cabe per kapita secara nasional dan regional. Karena
tentu konsumsi cabe orang padang berbeda dengan orang Jakarta. Konsumsi
buah melon orang Jakarta (kota) tentu berbeda dengan orang desa. Belum
lagi jika dikaitkan dengan waktu dan musim. Kita belum punya data yang akurat
tentang konsumsi buah di musim hujan dan musim kering. Di sisi penawaran, kita
tidak punya data akurat up to date jumlah luas tanam dan luas panen per
komoditi. Juga produktivitas rata-rata di musim hujan dan kemarau, karena
pengaruh cuaca sangat signifikan pada produktivitas sayuran.
Antisipasi Fluktuasi Harga
Dengan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran di
atas maka kita dapat mengantisipasi fluktuasi harga dan mengurangi resiko
karena harga yang turun saat kita memanen hasil budidaya sayuran kita.
Berikut hal-hal yang bisa dilakukan petani dalam keterbatasan informasi
permintaan dan penawaran ini.
1. Iklim
dan cuaca
Iklim
dan cuaca sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman sayuran.
Secara umum bercocok tanam di musim hujan lebih sulit dilakukan karena serangan
OPT yang tinggi, sehingga hasilnya juga rendah. Maka kecenderungan harga
sayuran akan naik.
2. Hari
raya dan musim resepsi pernikahan
Khusus di daerah
Jawa (mungkin daerah lain juga) hindari panen pada saat bulan maulud.
Karena pada saat itu acara-acara resepsi pernikahan berkurang. Rencanakan
panen pada saat banyak hajatan. Karena pada saat itu permintaan akan
sayuran tinggi sehingga harga juga naik.
C.
PERBANYAKAN
TANAMAN HORTIKULTURA
Digolongkan
atas dua cara yaitu :
1. Perbanyakan generatif adalah perbanyakan yang
menggunakan biji
2. Perbanyakan vegetative,
- Perkembangbiakan vegetatif alami adalah perkembangbiakan secara tak kawin dan tanpa campur tangan manusia. Perkembangbiakan vegetatif alami antara lain :
1)
Umbi
batang, Umbi batang adalah batang yang tumbuh ke dalam
tanah, menggembung, dan berisi cadangan makanan. Pada permukaan umbi terdapat
mata tunas. Contoh umbi kentang, gadung, dan gembili.
2)
Umbi
akar,
adalah akar yang berubah fungsi menjadi tempat menyimpan cadangan makanan. Pada
umbi akar tidak ada mata tunas. Oleh karena itu apabila umbi akar saja yang
ditanam tidak akan tumbuh individu baru. Umbi akar dapat digunakan sebagai alat
perkembangbiakan vegetatif apabila sisa pangkal batang induk yang mempunyai
mata tunas disertakan bersama umbi tersebut. Mata tunas itulah yang akan tumbuh
menjadi individu baru. Contoh umbi wortel dan dahlia.
3)
Umbi
lapis, Umbi lapis sebenarnya adalah pelepah daun yang
bertumpuk berlapis-lapis. Setiap umbi lapis terdiri atas cakram dan umbi yang
berlapis-lapis. Cakram sebenarnya adalah batang yang terdapat di dalam tanah.
Cakram tersebut mempunyai buku-buku yang sangat rapat. Pada setiap buku tumbuh
daun. Pada setiap ketiak daun terdapat satu mata tunas ketiak. Pada umumnya
hanya mata tunas ketiak terluarlah yang dapat tumbuh membentuk umbi lapis baru.
Tunas yang tumbuh dari mata tunas itu disebut siung. Contoh bawang merah,
bawang putih, bakung, dan bunga tulip.
4)
Rhizoma,
sering disebut akar rimpang atau akar tinggal. Rhizoma adalah batang yang
tumbuh mendatar di bawah permukaan tanah. Ciri-ciri rhizoma adalah:
· bentuknya
mirip akar, tetapi berbuku-buku mirip batang
· pada
ujungnya terdapat kuncup
· pada
setiap buku terdapat daun yang berubah bentuk menjadi sisik
· pada
setiap ketiak sisik terdapat mata tunas
Mata
tunas yang terdapat pada ujung rhizoma maupun yang terdapat pada setiap ketiak
sisik dapat tumbuh menjadi individu baru. Individu baru tetap menyatu dengan
tubuh induknya sehingga terbentuklah rumpun. Contoh lengkuas, jahe, kunyit,
sansiviera, dan alang-alang.
5)
Geragih
atau stolon, adalah batang yang tumbuh menjalar di
atas permukaan tanah. Pada buku-buku batangnya dapat tumbuh tunas dan membentuk
akar. Tunas ini tumbuh menjadi tanaman baru dan masih menjadi satu atau
berhubungan dengan bagian tubuh induknya, tetapi hidupnya tidak tergantung
dengan induknya. Contohnya pada arbei, pegagan, enceng gondok, dan rumput teki.
6)
Tunas,
Perkembangbiakan dengan tunas dijumpai pada beberapa jenis tumbuhan seperti
pisang, tebu, dan bambu. Tunas tersebut berasal dari tunas ketiak pada ruas
batang. Tunas itu dapat tumbuh menjadi tanaman baru yang tidak jauh dari batang
induknya.
7)
Tunas
adventif, Tunas adventif atau tunas liar adalah tunas yang
tumbuh bukan pada ujung batang atau ketiak daun, melainkan pada daun, bunga,
maupun akar. Tunas tersebut akan tumbuh menjadi individu baru. Contoh tunas
adventif adalah daun pada cocor beber. Tunas adventif bunga pada nenas. Tunas
adventif pada akar misalnya pada cemara, kersen, dan kesemek.
- Perbanyakan vegetatif buatan terjadi dengan bantuan manusia.
1)
Cangkok
Mencangkok merupakan salah satu cara pembiakan
vegetatif buatan yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat
yang sama dengan induknya dan cepat menghasilkan. Pencangkokan dilakukan dengan
menyayat dan mengupas kulit sekeliling batang, lebar sayatan tergantung pada
jenis tanaman yang dicangkok. Penyayatan dilakukan sedemikian rupa sehingga
lapisan kambiumnya dapat dihilangkan (dengan cara dikikis). Media tumbuh yang
digunakan terdiri dari tanah dan kompos dan dibalut dengan sabut kelapa atau
plastik. Bila batang diatas sayatan telah menghasilkan sistem perakaran yang
bagus, batang dapat segera dipotong dan ditanam di lapang. Cara pembiakan
dengan cara mencangkok dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu,
misalnya kita menginginkan tanaman baru yang mempunyai sifat persis seperti
induknya. Sifat ini meliputi ketahanannya terhadap hama dan penyakit, rasa buah
(khususnya untuk tanaman buah-buahan), keindahan bunga (untuk tanaman hias) dan
sebagainya.
Sebenarnya mencangkok dapat dilakukan baik pada
musim kemarau maupun musim hujan. Bila mencangkok pada musim kemarau, memang
kita harus rajin menyiraminya agar kelembaban media tetap terjaga. Tetapi
lazimnya cangkokan lebih cepat jadinya, karena pada saat ini pertumbuhan akar
sedang aktif. Sedangkan bila mencangkok dilakukan pada musim hujan, tentunya
kita tidak akan repot menyiraminya. Lagi pula bila kita lakukan pada awal musim
hujan, maka dalam musim itu juga cangkokan telah jadi bibit dan dapat ditanam.
Tumbuhan meperoleh zat-zat hara dari lingkungan. Penyerapan bahan itu
berlangsung secara difusi, osmosis dan transpor aktif. Pada tumbuhan bersel
satu/bahan-bahan dapat diserap langsung dari lingkungannya melalui
proses-proses tersebut. Tetapi tumbuhan tingkat tinggi, memerlukan sistem
pengkutan yang lebih panjang dari proses-proses itu, yaitu dibantu dengan
sistem pembuluh angkut (vaskuler) yang lebih menguntungkan.
2)
Stek
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara
vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman
untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan
vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan
keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif
buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan
jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru
terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman
yang masih bertahan. Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh
terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman
baru yang true to name dan true to type.
Stek dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
a) Stek
Daun
Bahan awal perbanyakan yang dapat digunakan pada stek
daun dapat berupa lembaran daun atau lembaran daun beserta petiol. Bahan awal
pada stek daun tidak akan menjadi bagian dari tanaman baru. Penggunaan bahan
yang mengandung kimera periklinal dihindari agar tanaman-tanaman baru yang
dihasilkan bersifat true to type Akar dan tunas baru pada stek daun berasal
dari jaringan meristem primer atau meristem sekunder. Pada tanaman Bryophyllum,
akar dan tunas baru berasal dari meristem primer pada kumpulan sel-sel tepi
daun dewasa, tetapi pada tanaman Begonia rex, Saint paulia (Avrican violet),
Sansevieria, Crassula dan Lily, akar dan tunas baru berkembang dari meristem
sekunder dari hasil pelukaan. Pada beberapa species seperti Peperomia, akar dan
tunas baru muncul dari jaringan kalus yang terbentuk dari aktivitas meristem
sekunder karena pelukaan. Masalah pada stek daun secara umum adalah pembentukan
tunas-tunas adventif, bukan akar adventif. Pembentukan akar adventif pada daun
lebih mudah dibandingkan pembentukan tunas adventif .Secara teknis stek daun
dilakukan dengan cara memotong daun dengan panjang 7,5 – 10 cm (Sansevieria)
atau memotong daun beserta petiolnya kemudian ditanam pada media (Hartmann et
al, 1997). Untuk Begonia dan Violces, perlakuan kimia yang umum dilakukan
adalah penyemprotan dengan IBA 100 ppm.
b) Stek
Umbi
Pada stek umbi, bahan awal untuk perbanyakan berupa
umbi, yaitu: umbi batang, umbi kakr, umbi sisik, dan lain-lain. Senagai bahan
perbanyakan, umbi dapat digunakan utuh atau dipotong-potong dengan syarat
setiap potongannya mengadung calon tunas. Untuk menghindari terjadinya busuk
pada setiap potongan umbi, maka umbi perlu dierandap dalam bakterisida dan
fungisida. Contoh tanaman yang bisa diperbanyak dengan stek umbi antara lain:
Solanum tuberosum, Ipomoea batatas, Caladium, Helianthus tuberosus, Amarilis,
dan lain-lain.
c) Stek
Batang
Bahan awal perbanyakan berupa batang tanaman. Stek
batang dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan jenis batang tanaman,
yakni: berkayu keras, semi berkayu, lunak, dan herbaceous. Bahan tanaman yang
biasa diperbanyak dengan stek batang berkayu keras antara lain: apel, pear,
cemara, dan lain-lain, dengan perlakuan kimia IBA atau NAA 2500 – 5000 ppm.
Panjang stek berkisar antara 10 – 76 cm atau dua buku (nodes). Stek batang semi
berkayu, contohnya terdapat pada tanaman Citrus sp. dengan perlakuan kimia yang
sudah umum yaitu IBA dan NAA 1000 – 3000 ppm dan panjang stek 7,5 – 15 cm. Pada
stek batang semi berkayu ini, daun-daun seharusnya dibuang untuk mengendalikan
transpirasi. Disamping itu, pelukaan sebelumnya mungkin dapat membantu
pengakaran. Untuk stek batang berkayu lunak, contohnya terdapat pada tanaman
Magnolia dengan perlakuan IBA atau NAA 500 – 1250 ppm dan panjang stek 7,5 –
12,5 cm. Pada stek batang berkayu lunak ini umumnya akar relatif cepat keluar
(2 – 5 minggu). Stek batang yang tergolong herbaceus, dilakukan pada tanaman
Dieffenbachia, Chrisanthemum, dan Ipomoea batatas. Pada dasarnya perlakuan
auksin tidak diperlukan pada stek batang herbaceous ini, tetapi kadang
diberikan IBA atau NAA 500 –1250 ppm dan panjang stek yang biasa digunakan
adalah 7,5 – 12,5 cm.
3. Merunduk
Merunduk adalah teknik berkembang biak
tumbuh-tumbuhan dengan cara menundukkan batang tanaman ke tanah dengan harapan
akan tumbuh akar. Setelah akar timbul, maka batang sudah bisa dipotong dan
dibawa ke tempat lain.
4. Tempel (okulasi)
Cara
perbanyakkan ini dilakukan dengan menempelkan tunas dari satu tumbuhan ke
batang tumbuhan lain. Setiap tumbuhan itu mempunyai sifat yang berbeda. Batang
dan tunas yang diokulasi berasal dari dua tumbuhan. Batang yang ditempel
merupakan tumbuhan yang mempunyai akar dan batang yang kuat.
5. Sambung
Penyambungan atau enten (grafting) adalah
penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah
terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian
tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion) dan merupakan
sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu mata tunas (entres), baik itu
berupa tunas pucuk atau tunas samping. Penyambungan batang bawah dan batang
atas ini biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam
spesies yang sama. Misalnya penyambungan antar varietas pada tanaman durian.
Kadang-kadang bisa juga dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang
berlainan spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Tanaman mangga (Mangifera indica) disambung denga
tanaman kweni (Mangifera odorata).
Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan disebut batang
bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Tipe sambungan
jika ditinjau dari bagian batang bawah yang disambung:
a) Sambung
pucuk (top grafting)
Sambung
pucuk merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian atas atau pucuk dari
batang bawah. Caranya sebagai berikut:
รผ Memilih
batang bawah yang diameter batangnya disesuaikan dengan besarnya batang atas.
Tanaman durian, belimbing dan sirsak sudah bisa disambung bila besarnya batang
bawah sudah sebesar ujung pangkal lidi. Alpukat, manggis dan mangga disambung
bila batangnya sudah sebesar pensil. Umur batang bawah pada keadaan siap
sambung ini bervariasi antara 1-24 bulan, tergantung jenis tanamannya. Untuk
durian umur 3-4 bulan, mangga dan alpukat umur 3-6 bulan. Manggis pada umur 24
bulan baru bisa disambung karena sifat pertumbuhannya lambat.
รผ Batang
bawah dipotong setinggi 20-25 cm di atas permukaan tanah. Gunakan silet, pisau
okulasi atau gunting setek yang tajam agar bentuk irisan menjadi rapi. Batang
bawah kemudian dibelah membujur sedalam 2-2,5 cm.
รผ Batang
atas yang sudah disiapkan dipotong, sehingga panjangnya antara 7,5-10 cm.
bagian pangkal disayat pada kedua sisinya sepanjang 2-2,5 cm, sehingga bentuk
irisannya seperti mata kampak. Selanjutnya batang atas dimasukkan ke dalam
belahan batang bawah.
รผ Pengikatan
dengan tali plastikyang terbuat dari kantong plastik ½ kg selebar 1 cm. Kantong
plastik ini ditarik pelan-pelan, sehingga panjangnya menjadi 2-3 kali panjang
semula.Terbentuklah pita plastik yang tipis dan lemas.
รผ Pada
waktu memasukkan entres ke belahan batang bawah perlu diperhatikan agar kambium
entres bisa bersentuhan dengan kambium batang bawah. Sambungan kemudian
disungkup dengan kantong plastik bening.Agar sungkup plastik tidak lepas bagian
bawahnya perlu diikat.Tujuan penyungkupan ini untuk mengurangi penguapan dan
menjaga kelembaban udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi.
รผ Tanaman
sambungan kemudian ditempatkan di bawah naungan agar terlindung dari panasnya
sinar matahari. Biasanya 2-3 minggu kemudian sambungan yang berhasil akan tumbuh
tunas. Sambungan yang gagal akan berwarna hitam dan kering. Pada saat ini
sungkup plastiknya sudah bisa dibuka.Namun, pita pengikat sambungan baru boleh
dibuka 3-4 minggu kemudian. Untuk selanjutnya kita tinggal merawat sampai bibit
siap dipindah ke kebun
b) Sambung
samping (side grafting)
Pada
dasarnya, pelaksanaan sambung samping sama seperti pelaksanaan model sambung
pucuk. Sambung samping merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian
samping batang bawah. Caranya sebagai berikut:
รผ Batang
bawah dipilih yang baik. Ukuran batang atas tidak perlu sama dengan batang
bawah, bahkan lebih baik dibuat lebih kecil.
รผ Pada
batang bawah dibuat irisan belah dengan mengupas bagian kulit tanpa mengenai
kayu atau dapat juga dengan sedikit menembus bagian kayunya. Irisan kulit
batang bawah dibiarkan atau tidak dipotong.
รผ Batang
atas dibuat irisan meruncing pada kedua sisinya. Sisi irisan yang menempel pada
batang bawah dibuat lebih panjang menyesuaikan irisan di batang bawah dari sisi
luarnya.
รผ Batang
atas tersebut disisipkan pada irisan belah dari batang bawah. Dengan demikian,
batang bawah dan batang atas akan saling berhimpitan. Kedua lapisan kambium
harus diusahakan agar saling bersentuhan dan bertaut bersama.
รผ Setelah
selesai disambungkan, sambungan tersebut diikat dengan tali plastik. Untuk
menjaga agar tidak terkontaminasi atau mengering, sambungan dan batang atas
ditutup dengan kantong plastik.
รผ Setelah
batang atas menunjukkan pertumbuhan tunas, kurang lebih 2 minggu setelah
penyambungan, kantong plastik serta tali plastik bagian atas sambungan dibuka
lebih dulu, sedangkan tali plastik yang mengikat langsung tempelan batang atas
dan kulit batang bawah dibiarkan, sampai tautan sambungan cukup kuat.
รผ Bilamana
sudah dipastikan bahwa batang atas dapat tumbuh dengan baik, bagian batang
bawah di atas sambungan dipotong. Pemotongan perlu dilakukan supaya tidak
terjadi kompetisi kebutuhan zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan
lanjutan dari batang atas.