Sabtu, 28 September 2013

PERTANIAN ORGANIK, PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF PADA TANAMAN HORTIKULTURA, FLUKTUASI HARGA HORTIKULTURA



MAKALAH TBT HORTIKULTURA
“PERTANIAN ORGANIK”
“PERKEMBANGBIAKAN VEGETATIF PADA TANAMAN HORTIKULTURA”
“FLUKTUASI HARGA HORTIKULTURA”


A.    PERTANIAN ORGANIK DI BIDANG HORTIKULTURA
Komoditas hortikultura selain menjadi salah satu komoditas andalan ekspor non migas, tanaman dan produk yang dihasilkannya banyak memberikan keuntungan bagi manusia dan lingkungan hidup. Buah-buahan dan sayuran yang dikonsumsi bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia; pohon buah-buahan, sayuran dan tanaman hias dapat berfungsi sebagai penyejuk, penyerap air hujan, peneduh dan penyerap CO2 atau pencemar udara lainnya; limbah tanamannya serta limbah buah atau sayuran dapat dipergunakan sebagai pupuk organik atau kompos yang dapat menyuburkan tanah, sedang keindahannya dapat dinikmati dan berpengaruh baik bagi kesehatan jiwa. Tetapi keuntungan-keuntungan tersebut menjadi berkurang manakala teknik budidaya yang dilaksanakan malah menimbulkan pencemaran, baik terhadap lingkungan hidup  maupun terhadap kesehatan manusia.
Pembangunan pertanian hortikultura yang meliputi tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman hias ditumbuh kembangkan menjadi agribisnis dalam rangka memanfaatkan peluang dan keunggulan komparatif berupa : iklim yang bervariasi, tanah yang subur, tenaga kerja yang banyak serta lahan yang tersedia. Produksi hortikultura diarahkan agar mampu mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri termasuk agroindustri serta memenuhi kebutuhan pasar luar negeri.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu penerapan sistem budidaya hortikultura yang lebih baik serta penggunaan teknologi yang tepat dan berwawasan lingkungan, yang sering dikenal dengan sistem GAP (Good Agricultural Practice). Sebagaimana kita ketahui sektor hortikultura baru mendapat perhatian setelah usaha swasembada beras tercapai, sehingga hasil-hasil penelitian yang dapat diterapkan untuk pengembangan hortikultura di Indonesia masih terbatas.
Teknologi yang saat ini diterapkan merupakan teknologi yang berorientasi pada pencapaian target produksi dengan menggunakan masukan produksi yang semakin meningkat, seperti bibit unggul, pupuk buatan, pestisida dan zat pengatur tumbuh. Dewasa ini lingkungan yang dikaitkan dengan produk pertanian sedemikian kuatnya diluncurkan terutama di negara-negara maju, sehingga penduduknya menuntut agar produk pertanian bebas dari cemaran bahan kimia, dan mereka  mulai lebih suka mengkonsumsi produk yang dihasilkan melalui proses alami yang dikenal dengan pertanian organik (“organic farming”).
Pertanian organik merupakan salah satu alternatif budidaya pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan yang bebas dari segala bentuk bahan inorganik seperti pupuk buatan,  pestisida dan zat pengatur tumbuh.  Pertanian organik memadukan  berbagai cara seperti pergiliran tanaman, tumpangsari, penggunaan sisa bahan organik sebagai pupuk, serta pengendalian hama secara terpadu dengan mengoptimalkan cara biologis (Kasumbogo Untung, 1994). Kecenderungan seperti ini membuka suatu peluang baru dalam bisnis di bidang pertanian terutama tanaman hortikultura yang produknya sering dikonsumsi secara langsung atau dalam keadaan segar.
Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistic dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan (Deptan 2002).
Petani di masa lampau sudah menerapkan sistem pertanian organik dengan cara melakukan daur ulang limbah organik sisa hasil panen sebagai pupuk. Namun dengan diterapkannya kebijakan sistem pertanian kimiawa yang berkembang pesat sejak dicanangkannya kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang yang berkembang pesat sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahu 1970-an, yang lebih mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimiawi, walaupun untuk sementara waktu dapat meningkatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di Indonesia.
Selama ini limbah organik yang berupa sisa tanaman (jerami, tebon, dan sisa hasil panen lainnya) tidak dikembalikan lagi ke lahan tetapi dianjurkan untuk dibakar (agar praktis) sehingga terjadi pemangkasan siklus hara dalam ekosistem pertanian. Bahan sisa hasil panen ataupun limbah organik lainnya harus dimanfaatkan atau dikembalikan lagi ke lahan pertanian agar lahan pertanian kita dapat lestari berproduksi sehingga sistem pertanian berkelanjutan dapat terwujud.
Teknik Budidaya merupakan bagian dari kegiatan agribisnis harus berorientasi pada permintaan pasar. Paradigma agribisnis : bukan Bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan, tapi Bagaimana menghasilkan produk yang dapat dipasarkan. Terkait dengan itu, teknik budidaya harus mempunyai daya saing dan teknologi yang unggul. Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asal-asalan, tetapi harus secara profesional. Ini berarti pengelola usaha ini harus mengenal betul apa yang dikerjakannya, mampu membaca situasi dan kondisi serta inovatif dan kreatif. Berkaitan dengan pasar (market), tentunya usaha agribisnis harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan berlanjut, agar produk yang telah dikenal pasar dapat menguasai dan mengatur pedagang perantara bahkan konsumen dan bukan sebaliknya.
Teknik budidaya organik merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani dan konsumen. Berbagai sayuran khususnya untuk dataran tinggi, yang sudah biasa dibudidayakan dengan sistem pertanian organik, diantaranya : Kubis (Brassica oleraceae var. capitata L.), Brokoli (Brassica oleraceae var. italica Plenk.), Bunga kol (Brassica oleraceae var. brotritys.), Andewi (Chicorium endive), Lettuce (Lactuca sativa), Kentang (Solanum tuberosum L.), Wortel. (Daucus carota).
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau mengesampingkan penggunaan senyawa sintetik baik untuk pupuk, zat tumbuh, maupun pestisida. Dilarangnya penggunaan bahan kimia sintetik dalam pertanian organik merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi.
Di sisi lain, petani telah terbiasa mengandalkan pestisida sintetik sebagai satu-satunya cara pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama dan penyakit tumbuhan. Alasan petani memilih pestisida sintetik untuk mengendaliakan OPT di lahannya adalah karena aplikasinya mudah, efektif dalam mengendalikan OPT, dan banyak tersedia di pasar. Cara-cara lain dalam pengendalian OPT selain pestisida sintetik, pestisida biologi dan pestisida botani antara lain yaitu cara pengendalian menggunakan musuh alami, penggunaan varietas resisten, cara fisik dan mekanis, dan cara kultur teknis.
Pestisida dapat berasal dari bahan alami dan dapat dari bahan buatan. Di samping itu, pestisida dapat merupakan bahan organik maupun anorganik.Secara umum disebutkan bahwa pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian yang menghindarkan atau menolak penggunaan pupuk sintetis pestisida sintetis, dan senyawa tumbuh sintetis.
Pertanian ramah lingkungan salah satunya adalah dengan menerapkan pertanian organik. Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. Di sisi lain, Pertanian organik meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia. Penggunaan masukan di luar pertanian yang menyebabkan degradasi sumber daya alam tidak dapat dikategorikan sebagai pertanian organik. Sebailknya, sistem pertanian yang tidak menggunakan masukan dari luar, namun mengikuti aturan pertanian organik dapat masuk dalam kelompok pertanian organik, meskipun agro-ekosistemnya tidak mendapat sertifikasi organik. Bila kita sepenuhnya mengacu kepada terminologi (pertanian organik natural) ini tentunya sangatlah sulit bagi petani untuk menerapkannya, oleh karena itu pilihan yang dilakukan adalah melakukan pertanian organik regenaratif, yaitu pertanian dengan perinsip pertanian disertai dengan pengembalian ke alam masukan-masukan yang berasal dari bahan organik.
Pengelolaan pertanian yang berwawasan lingkungan dilakukan melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan menguntungkan, sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang. Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara ekonomis.
Beberapa perinsip dasar yang perlu diperhatikan adalah: (1) pemanfaatan sumberdaya alam untuk pengembangan agribisnis hortikultura (terutama lahan dan air) secara lestari sesuai dengan kemampuan dan daya dukung alam, (2) proses produksi atau kegiatan usahatani itu sendiri dilakukan secara akrab lingkungan, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif dan eksternalitas pada masyarakat, (3) penanganan dan pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran, serta pemanfaatan produk tidak menimbulkan masalah pada lingkungan (limbah dan sampah), (4) produk yang dihasilkan harus menguntungkan secara bisnis, memenuhi preferensi konsumen dan aman konsumsi. Keadaan dan perkembangan permintaan dan pasar merupakan acuan dalam agribisnis hortikultura ini.
B.     FLUKTUASI HARGA PADA PRODUK HORTIKULTURA
Salah satu faktor yang paling menghambat dalam pengembangan usaha hortikultura sayuran dan buah adalah fluktuasi harga yang sangat tinggi. Dalam era perdagangan bebas saat ini tentu kita tidak bisa mengontrol harga, karena harga ditentukan oleh jumlah permintaan dan penawaran. Yang memprihatinkan, adalah kita tidak bisa mengukur secara kuantitatif seberapa besar permintaan dan penawaran kebutuhan sayuran setiap saat.  Di sisi permintaan misalnya, kita tidak memiliki data yang akurat misalnya kebutuhan cabe per kapita secara nasional dan regional. Karena tentu konsumsi cabe orang padang berbeda dengan orang Jakarta.  Konsumsi buah melon orang Jakarta (kota) tentu berbeda dengan orang desa.  Belum lagi jika dikaitkan dengan waktu dan musim. Kita belum punya data yang akurat tentang konsumsi buah di musim hujan dan musim kering. Di sisi penawaran, kita tidak punya data akurat up to date jumlah luas tanam dan luas panen per komoditi.  Juga produktivitas rata-rata di musim hujan dan kemarau, karena pengaruh cuaca sangat signifikan pada produktivitas sayuran.
Antisipasi Fluktuasi Harga
Dengan  mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran di atas maka kita dapat mengantisipasi fluktuasi harga dan mengurangi resiko karena harga yang turun saat kita memanen hasil budidaya sayuran kita.  Berikut hal-hal yang bisa dilakukan petani dalam keterbatasan informasi permintaan dan penawaran ini.
1.      Iklim dan cuaca
Iklim dan cuaca sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman sayuran.  Secara umum bercocok tanam di musim hujan lebih sulit dilakukan karena serangan OPT yang tinggi, sehingga hasilnya juga rendah.  Maka kecenderungan harga sayuran akan naik.
2.      Hari raya dan musim resepsi pernikahan
Khusus di daerah Jawa (mungkin daerah lain juga) hindari panen pada saat bulan maulud.  Karena pada saat itu acara-acara resepsi pernikahan berkurang.  Rencanakan panen pada saat banyak hajatan.  Karena pada saat itu permintaan akan sayuran tinggi sehingga harga juga naik.
C.    PERBANYAKAN TANAMAN HORTIKULTURA
Digolongkan atas dua cara yaitu :
1.      Perbanyakan generatif adalah perbanyakan yang menggunakan biji
2.      Perbanyakan vegetative,
  1. Perkembangbiakan vegetatif alami adalah perkembangbiakan secara tak kawin dan tanpa campur tangan manusia. Perkembangbiakan vegetatif alami antara lain :
1)   Umbi batang, Umbi batang adalah batang yang tumbuh ke dalam tanah, menggembung, dan berisi cadangan makanan. Pada permukaan umbi terdapat mata tunas. Contoh umbi kentang, gadung, dan gembili.
2)   Umbi akar, adalah akar yang berubah fungsi menjadi tempat menyimpan cadangan makanan. Pada umbi akar tidak ada mata tunas. Oleh karena itu apabila umbi akar saja yang ditanam tidak akan tumbuh individu baru. Umbi akar dapat digunakan sebagai alat perkembangbiakan vegetatif apabila sisa pangkal batang induk yang mempunyai mata tunas disertakan bersama umbi tersebut. Mata tunas itulah yang akan tumbuh menjadi individu baru. Contoh umbi wortel dan dahlia.
3)   Umbi lapis, Umbi lapis sebenarnya adalah pelepah daun yang bertumpuk berlapis-lapis. Setiap umbi lapis terdiri atas cakram dan umbi yang berlapis-lapis. Cakram sebenarnya adalah batang yang terdapat di dalam tanah. Cakram tersebut mempunyai buku-buku yang sangat rapat. Pada setiap buku tumbuh daun. Pada setiap ketiak daun terdapat satu mata tunas ketiak. Pada umumnya hanya mata tunas ketiak terluarlah yang dapat tumbuh membentuk umbi lapis baru. Tunas yang tumbuh dari mata tunas itu disebut siung. Contoh bawang merah, bawang putih, bakung, dan bunga tulip.
4)   Rhizoma, sering disebut akar rimpang atau akar tinggal. Rhizoma adalah batang yang tumbuh mendatar di bawah permukaan tanah. Ciri-ciri rhizoma adalah:
·      bentuknya mirip akar, tetapi berbuku-buku mirip batang
·      pada ujungnya terdapat kuncup
·      pada setiap buku terdapat daun yang berubah bentuk menjadi sisik
·      pada setiap ketiak sisik terdapat mata tunas
Mata tunas yang terdapat pada ujung rhizoma maupun yang terdapat pada setiap ketiak sisik dapat tumbuh menjadi individu baru. Individu baru tetap menyatu dengan tubuh induknya sehingga terbentuklah rumpun. Contoh lengkuas, jahe, kunyit, sansiviera, dan alang-alang.
5)   Geragih atau stolon, adalah batang yang tumbuh menjalar di atas permukaan tanah. Pada buku-buku batangnya dapat tumbuh tunas dan membentuk akar. Tunas ini tumbuh menjadi tanaman baru dan masih menjadi satu atau berhubungan dengan bagian tubuh induknya, tetapi hidupnya tidak tergantung dengan induknya. Contohnya pada arbei, pegagan, enceng gondok, dan rumput teki.
6)   Tunas, Perkembangbiakan dengan tunas dijumpai pada beberapa jenis tumbuhan seperti pisang, tebu, dan bambu. Tunas tersebut berasal dari tunas ketiak pada ruas batang. Tunas itu dapat tumbuh menjadi tanaman baru yang tidak jauh dari batang induknya.
7)   Tunas adventif, Tunas adventif atau tunas liar adalah tunas yang tumbuh bukan pada ujung batang atau ketiak daun, melainkan pada daun, bunga, maupun akar. Tunas tersebut akan tumbuh menjadi individu baru. Contoh tunas adventif adalah daun pada cocor beber. Tunas adventif bunga pada nenas. Tunas adventif pada akar misalnya pada cemara, kersen, dan kesemek.
  1. Perbanyakan vegetatif buatan terjadi dengan bantuan manusia.
1)   Cangkok
Mencangkok merupakan salah satu cara pembiakan vegetatif buatan yang bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki sifat yang sama dengan induknya dan cepat menghasilkan. Pencangkokan dilakukan dengan menyayat dan mengupas kulit sekeliling batang, lebar sayatan tergantung pada jenis tanaman yang dicangkok. Penyayatan dilakukan sedemikian rupa sehingga lapisan kambiumnya dapat dihilangkan (dengan cara dikikis). Media tumbuh yang digunakan terdiri dari tanah dan kompos dan dibalut dengan sabut kelapa atau plastik. Bila batang diatas sayatan telah menghasilkan sistem perakaran yang bagus, batang dapat segera dipotong dan ditanam di lapang. Cara pembiakan dengan cara mencangkok dipilih dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya kita menginginkan tanaman baru yang mempunyai sifat persis seperti induknya. Sifat ini meliputi ketahanannya terhadap hama dan penyakit, rasa buah (khususnya untuk tanaman buah-buahan), keindahan bunga (untuk tanaman hias) dan sebagainya.
Sebenarnya mencangkok dapat dilakukan baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Bila mencangkok pada musim kemarau, memang kita harus rajin menyiraminya agar kelembaban media tetap terjaga. Tetapi lazimnya cangkokan lebih cepat jadinya, karena pada saat ini pertumbuhan akar sedang aktif. Sedangkan bila mencangkok dilakukan pada musim hujan, tentunya kita tidak akan repot menyiraminya. Lagi pula bila kita lakukan pada awal musim hujan, maka dalam musim itu juga cangkokan telah jadi bibit dan dapat ditanam. Tumbuhan meperoleh zat-zat hara dari lingkungan. Penyerapan bahan itu berlangsung secara difusi, osmosis dan transpor aktif. Pada tumbuhan bersel satu/bahan-bahan dapat diserap langsung dari lingkungannya melalui proses-proses tersebut. Tetapi tumbuhan tingkat tinggi, memerlukan sistem pengkutan yang lebih panjang dari proses-proses itu, yaitu dibantu dengan sistem pembuluh angkut (vaskuler) yang lebih menguntungkan.
2)   Stek
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Sebagai alternarif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu dengan kondisi tanaman yang sukar berakar, akar yang baru terbentuk tidak tahan stress lingkungan dan adanya sifat plagiotrop tanaman yang masih bertahan. Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang true to name dan true to type. Stek dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
a)    Stek Daun
Bahan awal perbanyakan yang dapat digunakan pada stek daun dapat berupa lembaran daun atau lembaran daun beserta petiol. Bahan awal pada stek daun tidak akan menjadi bagian dari tanaman baru. Penggunaan bahan yang mengandung kimera periklinal dihindari agar tanaman-tanaman baru yang dihasilkan bersifat true to type Akar dan tunas baru pada stek daun berasal dari jaringan meristem primer atau meristem sekunder. Pada tanaman Bryophyllum, akar dan tunas baru berasal dari meristem primer pada kumpulan sel-sel tepi daun dewasa, tetapi pada tanaman Begonia rex, Saint paulia (Avrican violet), Sansevieria, Crassula dan Lily, akar dan tunas baru berkembang dari meristem sekunder dari hasil pelukaan. Pada beberapa species seperti Peperomia, akar dan tunas baru muncul dari jaringan kalus yang terbentuk dari aktivitas meristem sekunder karena pelukaan. Masalah pada stek daun secara umum adalah pembentukan tunas-tunas adventif, bukan akar adventif. Pembentukan akar adventif pada daun lebih mudah dibandingkan pembentukan tunas adventif .Secara teknis stek daun dilakukan dengan cara memotong daun dengan panjang 7,5 – 10 cm (Sansevieria) atau memotong daun beserta petiolnya kemudian ditanam pada media (Hartmann et al, 1997). Untuk Begonia dan Violces, perlakuan kimia yang umum dilakukan adalah penyemprotan dengan IBA 100 ppm.
b)   Stek Umbi
Pada stek umbi, bahan awal untuk perbanyakan berupa umbi, yaitu: umbi batang, umbi kakr, umbi sisik, dan lain-lain. Senagai bahan perbanyakan, umbi dapat digunakan utuh atau dipotong-potong dengan syarat setiap potongannya mengadung calon tunas. Untuk menghindari terjadinya busuk pada setiap potongan umbi, maka umbi perlu dierandap dalam bakterisida dan fungisida. Contoh tanaman yang bisa diperbanyak dengan stek umbi antara lain: Solanum tuberosum, Ipomoea batatas, Caladium, Helianthus tuberosus, Amarilis, dan lain-lain.
c)    Stek Batang
Bahan awal perbanyakan berupa batang tanaman. Stek batang dikelompokkan menjadi empat macam berdasarkan jenis batang tanaman, yakni: berkayu keras, semi berkayu, lunak, dan herbaceous. Bahan tanaman yang biasa diperbanyak dengan stek batang berkayu keras antara lain: apel, pear, cemara, dan lain-lain, dengan perlakuan kimia IBA atau NAA 2500 – 5000 ppm. Panjang stek berkisar antara 10 – 76 cm atau dua buku (nodes). Stek batang semi berkayu, contohnya terdapat pada tanaman Citrus sp. dengan perlakuan kimia yang sudah umum yaitu IBA dan NAA 1000 – 3000 ppm dan panjang stek 7,5 – 15 cm. Pada stek batang semi berkayu ini, daun-daun seharusnya dibuang untuk mengendalikan transpirasi. Disamping itu, pelukaan sebelumnya mungkin dapat membantu pengakaran. Untuk stek batang berkayu lunak, contohnya terdapat pada tanaman Magnolia dengan perlakuan IBA atau NAA 500 – 1250 ppm dan panjang stek 7,5 – 12,5 cm. Pada stek batang berkayu lunak ini umumnya akar relatif cepat keluar (2 – 5 minggu). Stek batang yang tergolong herbaceus, dilakukan pada tanaman Dieffenbachia, Chrisanthemum, dan Ipomoea batatas. Pada dasarnya perlakuan auksin tidak diperlukan pada stek batang herbaceous ini, tetapi kadang diberikan IBA atau NAA 500 –1250 ppm dan panjang stek yang biasa digunakan adalah 7,5 – 12,5 cm.
3.    Merunduk
Merunduk adalah teknik berkembang biak tumbuh-tumbuhan dengan cara menundukkan batang tanaman ke tanah dengan harapan akan tumbuh akar. Setelah akar timbul, maka batang sudah bisa dipotong dan dibawa ke tempat lain.
4.    Tempel (okulasi)
Cara perbanyakkan ini dilakukan dengan menempelkan tunas dari satu tumbuhan ke batang tumbuhan lain. Setiap tumbuhan itu mempunyai sifat yang berbeda. Batang dan tunas yang diokulasi berasal dari dua tumbuhan. Batang yang ditempel merupakan tumbuhan yang mempunyai akar dan batang yang kuat.
5.    Sambung
Penyambungan atau enten (grafting) adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan pada bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian tanaman yang disambungkan atau disebut batang atas (scion) dan merupakan sepotong batang yang mempunyai lebih dari satu mata tunas (entres), baik itu berupa tunas pucuk atau tunas samping. Penyambungan batang bawah dan batang atas ini biasanya dilakukan antara dua varietas tanaman yang masih dalam spesies yang sama. Misalnya penyambungan antar varietas pada tanaman durian. Kadang-kadang bisa juga dilakukan penyambungan antara dua tanaman yang berlainan spesiesnya tetapi masih dalam satu famili. Tanaman mangga (Mangifera indica) disambung denga tanaman kweni (Mangifera odorata). Bagian bawah (yang mempunyai perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau understock) atau sering disebut stock. Tipe sambungan jika ditinjau dari bagian batang bawah yang disambung:
a)    Sambung pucuk (top grafting)
Sambung pucuk merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian atas atau pucuk dari batang bawah. Caranya sebagai berikut:
ü  Memilih batang bawah yang diameter batangnya disesuaikan dengan besarnya batang atas. Tanaman durian, belimbing dan sirsak sudah bisa disambung bila besarnya batang bawah sudah sebesar ujung pangkal lidi. Alpukat, manggis dan mangga disambung bila batangnya sudah sebesar pensil. Umur batang bawah pada keadaan siap sambung ini bervariasi antara 1-24 bulan, tergantung jenis tanamannya. Untuk durian umur 3-4 bulan, mangga dan alpukat umur 3-6 bulan. Manggis pada umur 24 bulan baru bisa disambung karena sifat pertumbuhannya lambat.
ü  Batang bawah dipotong setinggi 20-25 cm di atas permukaan tanah. Gunakan silet, pisau okulasi atau gunting setek yang tajam agar bentuk irisan menjadi rapi. Batang bawah kemudian dibelah membujur sedalam 2-2,5 cm.
ü  Batang atas yang sudah disiapkan dipotong, sehingga panjangnya antara 7,5-10 cm. bagian pangkal disayat pada kedua sisinya sepanjang 2-2,5 cm, sehingga bentuk irisannya seperti mata kampak. Selanjutnya batang atas dimasukkan ke dalam belahan batang bawah.
ü  Pengikatan dengan tali plastikyang terbuat dari kantong plastik ½ kg selebar 1 cm. Kantong plastik ini ditarik pelan-pelan, sehingga panjangnya menjadi 2-3 kali panjang semula.Terbentuklah pita plastik yang tipis dan lemas.
ü  Pada waktu memasukkan entres ke belahan batang bawah perlu diperhatikan agar kambium entres bisa bersentuhan dengan kambium batang bawah. Sambungan kemudian disungkup dengan kantong plastik bening.Agar sungkup plastik tidak lepas bagian bawahnya perlu diikat.Tujuan penyungkupan ini untuk mengurangi penguapan dan menjaga kelembaban udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi.
ü  Tanaman sambungan kemudian ditempatkan di bawah naungan agar terlindung dari panasnya sinar matahari. Biasanya 2-3 minggu kemudian sambungan yang berhasil akan tumbuh tunas. Sambungan yang gagal akan berwarna hitam dan kering. Pada saat ini sungkup plastiknya sudah bisa dibuka.Namun, pita pengikat sambungan baru boleh dibuka 3-4 minggu kemudian. Untuk selanjutnya kita tinggal merawat sampai bibit siap dipindah ke kebun
b)   Sambung samping (side grafting)
Pada dasarnya, pelaksanaan sambung samping sama seperti pelaksanaan model sambung pucuk. Sambung samping merupakan cara penyambungan batang atas pada bagian samping batang bawah. Caranya sebagai berikut:
ü  Batang bawah dipilih yang baik. Ukuran batang atas tidak perlu sama dengan batang bawah, bahkan lebih baik dibuat lebih kecil.
ü  Pada batang bawah dibuat irisan belah dengan mengupas bagian kulit tanpa mengenai kayu atau dapat juga dengan sedikit menembus bagian kayunya. Irisan kulit batang bawah dibiarkan atau tidak dipotong.
ü  Batang atas dibuat irisan meruncing pada kedua sisinya. Sisi irisan yang menempel pada batang bawah dibuat lebih panjang menyesuaikan irisan di batang bawah dari sisi luarnya.
ü  Batang atas tersebut disisipkan pada irisan belah dari batang bawah. Dengan demikian, batang bawah dan batang atas akan saling berhimpitan. Kedua lapisan kambium harus diusahakan agar saling bersentuhan dan bertaut bersama.
ü  Setelah selesai disambungkan, sambungan tersebut diikat dengan tali plastik. Untuk menjaga agar tidak terkontaminasi atau mengering, sambungan dan batang atas ditutup dengan kantong plastik.
ü  Setelah batang atas menunjukkan pertumbuhan tunas, kurang lebih 2 minggu setelah penyambungan, kantong plastik serta tali plastik bagian atas sambungan dibuka lebih dulu, sedangkan tali plastik yang mengikat langsung tempelan batang atas dan kulit batang bawah dibiarkan, sampai tautan sambungan cukup kuat.
ü  Bilamana sudah dipastikan bahwa batang atas dapat tumbuh dengan baik, bagian batang bawah di atas sambungan dipotong. Pemotongan perlu dilakukan supaya tidak terjadi kompetisi kebutuhan zat makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan lanjutan dari batang atas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar